Liliyana Natsir, Bulutangkis Adalah Pilihan Hidup
Sabtu, 03 Maret 2018 10:13:32
Tak akan ada yang membantah jika Liliyana Natsir adalah salah satu pebulutangkis tersukses yang dimiliki Indonesia. Deretan prestasi dari level nasional hingga yang tertinggi setingkat Olimpiade sudah pernah direngkuh gadis kelahiran Manado, Sulawesi Utara, 9 September 1985 ini.
Artikel tentang Liliyana Natsir pun telah banyak diungkap berbagai media. Namun, kepada Majalah Bulutangkis Indonesia, pebulutangkis yang akrab disapa Butet bersedia mengungkapkan banyak cerita yang mungkin belum pernah Anda ketahui sebelumnya. Berikut petikan wawancaranya:
Tanya : Dua pertiga hidup kamu telah dihabiskan untuk bulutangkis, apa tidak bosan?
Jawab : Perasaan bosan pasti ada. Saya juga manusia normal seperti yang lainnya. Sejak kecil setiap hari hidup saya hanya untuk berlatih dan bertanding bulutangkis, suatu saat pasti ada bosannya. Tapi, perasaan bosan itu tidak boleh kelamaan.
Tanya : Kalau sedang bosan, apa yang kamu lakukan?
Jawab : Biasanya saya refreshing, bisa nonton bareng teman-teman atau kumpul bareng keluarga. Kebetulan saya dua bersaudara. Kakak perempuan saya juga sudah tinggal di Jakarta. Biasanya saya bermain ke tempat kakak dan ketemu dengan keponakan. Itu sudah jadi hiburan tersendiri buat saya. Setelah itu biasanya saya akan fokus lagi ke bulutangkis. Bagaimanapun saya harus konsekuen dengan pilihan hidup yang sudah saya ambil. Dulu ketika orang tua saya tanya mau pilih sekolah atau bulutangkis, saya tidak ragu untuk memilih bulutangkis. Bagi saya bulutangkis saat ini adalah pekerjaan. Saya mendapatkan segalanya, termasuk penghasilan yang terbilang lumayan, semua karena dari bulutangkis.
Tanya : Rutinitas pulang ke Manado berapa kali dalam setahun?
Jawab : Gak tentu juga jadwalnya. Bahkan, ketika lagi-lagi padatnya jadwal pertandingan pernah saya dua tahun gak pulang ke Manado. Tapi, biasanya papa dan mama yang akhirnya datang ke Jakarta. Malah lebih mudah kumpul di Jakarta karena kakak saya di Jakarta. Kalau harus pulang ke Manadobiasanya saya harus sama-sama dengan kakak, karena tidak enak kalau pulang cuma sendirian. Nah, untuk menyamakan jadwal dengan kakak itu yang kadang susah karena dia berprofesi sebagai dokter, jadi dia lumayan sibuk juga.
Tanya : Dengan popularitas kamu saat ini pasti privasi jadi sedikit terganggu, terutama jika sedang pergi tempat umum. Pernah merasa kesal?
Jawab : Saya kira itu sudah risiko. Dulu ketika kita masih jadi orang biasa-biasa saja, kita bermimpi jadi orang terkenal. Lalu ketika sudah terkenal ya risikonya seperti ini. Ketika kita pergi ke mall, lalu penggemar melihat kita dan meminta tanda tangan atau berfoto bersama, saya kira itu wajar-wajar saja. Bagi saya jika itu masih dalam batas-batas kewajaran saya tidak keberatan. Karena itu kadang saya pilih-pilih kalau mau jalan ke luar. Jika lagi gak mau terganggu sama penggemar, biasanya saya tidak memilih pergi ke tempat-tempat umum seperti mall.
Tanya : Kalau mengukur usia saat ini, ibarat pegawai negeri posisi kamu mungkin sudah dalam masa persiapan pensiun. Ada rasa galau atau kecewa?
Jawab : Berputarnya waktu memang sesuatu yang gak bisa dilawan. Dulu ketika usia 19 tahun saya sudah juara dunia, saat itu saya merasa paling muda di Pelatnas. Tiba-tiba saat ini sebaliknya saya merasakan sendiri ternyata saya sudah berstatus pemain yang paling tua di Pelatnas. Karena itu saya selalu berpesan kepada teman-teman yang lebih muda untuk betul-betul memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Harus fokus dan konsekuen dengan pilihan hidup yang sudah diambil karena waktu gak mungkin bisa diulang lagi.
Tanya : Sudah puas atau belum dengan prestasi yang sudah diraih selama ini?
Jawab : Sebagai pribadi tentu saya cukup puas dengan semua prestasi yang sudah bisa saya raih di berbagai event, termasuk puncaknya di Olimpiade Rio 2016. Bagi pemain bulutangkis di seluruh dunia, menjadi juara di Olimpiade adalah impian tertinggi. Saya bersyukur prestasi itu sudah saya dapatkan. Memang, masih ada medali emas Asian Games yang belum sempat saya rebut, maksimal saya baru bisa dapat perak. Kebetulan tahun ini Asian Games akan berlangsung di Jakarta. Tapi, saya gak mau menjadikan ini sebagai target utama. Artinya saya tidak ingin ngoyo untuk menjadi juara. Karena saya merasa di level yang lebih tinggi di Olimpiade saya sudah pernah jadi juara.
Tanya : Sudah punya rencana masa depan selepas pensiun nanti?
Jawab : Saya sadar cepat atau lambat saat pensiun itu pasti akan datang juga. Karena itu sebelum waktunya tiba saya sudah menyiapkan kesibukan lain. Dua tahun lalu saya sudah membuka usaha pijat refleksi. Selain itu juga saya mengembangkan usaha di bidang properti bersama beberapa rekan. Usahanya pun sudah mulai berjalan dan saat ini sudah memasuki pembangunan tahap ketiga. Memang tidak besar karena modalnya juga terbatas. Konsepnya kita membeli tanah lalu dibangun rumah dengan harga terjangkau yang tidak terlalu banyak jumlahnya. Konsumennya pun menengah ke bawah.
Tanya : Dari Menpora ada penghargaan sebagai PNS, pernah terpikir jadi PNS?
Jawab : Memang benar beberapa pemain bulutangkis mendapat penghargaan untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) berkat prestasi yang pernah kita raih. Tapi, jujur saja, saya gak pernah membayangkan rasanya seperti apa jadi PNS yang harus datang pagi pulang sore. Saya juga belum tahu nantinya kerjanya apa dan golongan berapa? Kalau ternyata di kantor kita gak mampu menjalankan tugas yang harus dilakukan tentu gak enak. Setahu saya golongan di PNS kan tergantung tingkat pendidikan. Kalau pendidikan kita tinggi maka golongan kita pasti tinggi. Sekarang ukurang yang mau dipakai apa? Apakah tingkat prestasi yang diraih atau pendidikan? Kalau pakai pendidikan bisa jadi golongan saya kalah sama atlet yang cuma meraih medali emas di SEA Games. Bukan tidak terima kasih atas penghargaan yang diberikan, tapi kalau boleh usul mengapa penghargaan itu tidak berupa dana pensiun yang diberikan kepada atlet yang disesuaikan dengan prestasi yang mereka raih. Kalau Korea Selatan saja mampu menjamin atlet peraih medali emas di Olimpiade seumur hidupnya, masak sih di Indonesia gak bisa? Coba saja kita hitung berapa atlet yang mampu menyumbang medali emas di Olimpiade, kan jumlahnya juga gak banyak.
Tanya : Tak ada keinginan jadi pelatih seperti senior-senior sebelumnya?
Jawab : Jujur saja saya belum terpikir untuk menekuni dunia kepelatihan atau bikin gedung bulutangkis seperti beberapa rekan yang lain. Setahu saya bikin gedung bulutangkis modalnya besar tapi jangan berharap untung besar dari itu. Kalau bikin gedung pasti yang menikmati untungnya cucu-cucu sayanantinya ha.ha.ha. Tapi, kita lihat nanti saja seperti apa. Saya belum tahu rencana Tuhan buat saya nanti seperti apa. Karena bukan tidak mungkin jalan menuntun saya akhirnya jadi pelatih. Yang pasti, meski nanti sudah pensiun saya tetap tidak akan lupa berolahraga, terutama main bulutangkis.
Tanya : Dengan usia yang terus bertambah, belum terpikir berumah tangga?
Jawab : Sebetulnya sih sudah terpikir. Sebagai manusia normal kita pasti punya cita-cita untuk berumahtangga. Tapi, jujur sampai saat ini saya belum ada rencana berumahtangga dalam waktu dekat ini. Kalau teman dekat sih ada tapi untuk bicara serius ke arah berumahtangga yang belum ada. Papa sama mama saya juga tidak terlalu mendesak untuk segera menikah.
Tanya : Calon suami seperti apa sih yang kamu idamkan?
Jawab : Terus terang, saya ini orangnya selektif. Yang pasti, saya gak mau ada lelaki yang ingin menjadi suami saya karena cuma melihat ketenaran serta kesuksesan saya. Syukur-syukur dia bisa lebih sukses dari saya. Kalaupun tidak, ya gak masalah juga. Yang penting kita akan berjuang bersama-sama untuk meraih sukses dalam berumahtangga. (Daryadi)
Komentar
-
Samsul bahar Minggu, 26 Agustus 2018 07:12:47
-
Samsul bahar Minggu, 26 Agustus 2018 07:12:47