Happy Ending di Yunior Gregoria Mariska

Kamis, 16 Nov 2017 00:32:46

 

Gregoria jadi juara dunia yunior di Yogyakarta. Dua tahun sebelumnya dia juga pernah meraih gelar di tempat yang sama. Dia memiliki sederetan ambisi di level senior.
 
Gregoria Mariska Tunjung masih terlihat lelah pada siang itu. Dia baru saja menyelesaikan tiga set untuk melangkah ke final nomor tunggal putri BWF World Junior Championships 2017.
 
Gadis yang sering disapa Grego atau Jorji ini dipaksa bermain rubber game oleh unggulan 6, Yanyan Cai (China) dalam babak semifinal di Gelanggang Olah Raga (GOR) Amongraga, Yogyakarta pada Sabtu (21/10/2017). Gregoria berhasil menang dengan skor 22-20, 13-21, 21-18.
 
Meski terlihat lelah setelah bermain 1 jam 5 menit, Gregoria masih meluangkan waktu untuk berbincang sejenak dengan Bulu Tangkis Indonesia di selasar media room. Sebelumnya, dia sempat menjalani sesi jumpa pers dengan wartawan.
 
Dia terlihat santai dengan mengenakan sandal. Sebuah jam tangan digital melingkar di tangan kirinya. Belakangan, dia selalu mengenakan jam tangan saat bertanding. Apakah dia mengikuti jejak sejumlah pemain putri yang mengenakan jam tangan?
 
“Itu stopwatch. Ada banyak pemain yang pakai, pemain Thailand, Malaysia ada, Sonnia Cheah. Dulu kalau latihan pakai jam, baru pertama,” tutur Gregoria.
 
Gregoria menceritakan kalau jam tangan ini merupakan jam tangan kedua yang dipakainya ketika latihan dan juga bertanding. Dia membeli jam tangan ini ketika bertanding di Malaysia.
 
Dia membeli jam tangan merek Casio ini seharga Rp300 ribu. Dia membeli jam ini sendiri. Jam sebelumnya juga berharga sama.
 
“Punya jam satu. Ini jam baru. Dulu pakai pas latihan aja sih. Pakai pas tanding pas tahun kemarin. Biar bisa tahu berapa lama main. Biar pun ada tournament software kan. Kita bisa tahu berapa lama 11 poin, berapa menit,” ujar Gregoria.
 
“Jadi diterapin aja di latihan, berapa menit. Jadi berapa menit main, jadi game kita segini, latihan mesti tambah. Dari diri sendiri, nggak ada saran pelatih,” lanjutnya.
 
Dia melanjutkan kalau jam tangan ini berguna agar bisa mengatur waktu bermain. Dia ingin fokus bermain, berapa lama bisa meraih 11 poin.
 
“Seumpama lawan beda-beda kan, kalau saya main sama yang berat, saya bisa 11 poin 9 menit, jadi dalam 9 menit itu saya usahain fokus. Lebih dari itu saya istirahat, fokus lagi 10 menit, istirahat, kayak gitu sih. Lumayan membantu karena sudah biasa pas latihan,” katanya lagi.
 
Lewat managemen waktu bermain, Gregoria pun sukses melangkah ke final. Dia mengungkapkan kegembiraannya, apalagi dia nyaris keok pada babak semifinal.
 
“Rasanya senang banget, karena saya hampir kalah. Senang banget karena target saya di sini kan juara. Sudah masuk final, sudah dekat lagi juara,” ujarnya.
 
Gregoria menyatakan dia tidak memiliki taktik dan strategi khusus saat menghadapi Han Yue dari Tiongkok di laga final. Dia memilih untuk tidak memikirkan semua itu.
 
“Kalau mikirin beban, mendingan all out aja. Beban pasti ada. Soalnya di sini tuan rumah, semua ingin saya menjadi juara. Cuma kalau saya mikirin itu, saya malah nggak bisa, kayak mikirin target,” ujarnya.
 
Pertarungan 64 Menit Menuju Gelar Juara

Apa yang diutarakan oleh Gregoria satu hari sebelum final sepertinya benar adanya. Dia bermain all out, habis-habisan. GOR Among Rogo, Yogyakarta menjadi saksi perjuangan Gregoria untuk meraih medali emas nomor tunggal putri BWF World Junior Championships 2017.
 
Gregoria yang menjadi unggulan 3 sukses menundukkan unggulan 5, Han Yue dalam pertarungan rubber game yang berakhir 21-13, 13-21, 24-22. By the way, Han Yue merupakan peraih medali emas Asian Junior Championships 2017 di Jakarta.
 
Gadis berusia 18 tahun ini harus bermain selama 1 jam 4 menit untuk meraih hasil terbaik. Final ini hanya berselisih satu menit dengan final terlama dalam turnamen ini yang ditorehkan oleh nomor ganda putra yang berlangsung selama 1 jam 5 menit.
 
Uniknya, semua final dalam BWF World Junior Championships 2017 harus diakhiri melalui pertarungan rubber game. Tiga nomor di antaranya malah dimenangkan oleh mereka yang tertinggal lebih dulu.
 
Dalam set pertama, Gregoria malah unggul cepat dengan skor 5-0. Setelah itu, keunggulan Gregoria sempat disusul dengan kedudukan 5-3. Tetapi, dia berhasil mempertahankan dominasi dengan unggul 7-3, 8-4, 13-5, 15-6, 16-11, 19-11, dan akhirnya menutup set dengan kemenangan 21-13.
 
Sebaliknya, Gregoria malah tampil mengecewakan pada set kedua. Gregoria tertinggal 0-2, 1-3, 2-5, namun sempat menyamakan kedudukan dalam posisi 6-6. Hanya saja setelah ini, Gregoria malah semakin tertinggal.
 
Han Yue langsung melesat dalam kedudukan 14-7. Gregoria tidak dapat mengejar lagi. Dia tertinggal 8-15, 9-16, 12-17, 13-19, dan akhirnya harus kalah dengan skor 13-21.  Dalam set penentuan, Gregoria kembali bangkit. Di bawah dukungan suporter fanatik Indonesia yang memadati GOR Among Rogo, dia bisa berbalik unggul setelah sempat tertinggal.
 
Gregoria sempat membuat para suporter terhenyak setelah tertinggal 0-6. Perlahan, dia berhasil menyamakan kedudukan menjadi 6-6.  Set ketiga ini memang seru. Final terakhir BWF World Junior Championships 2017 ini diwarnai beberapa kali skor yang sama.  Setelah sama kuat 6-6, 7-7, dan 8-8, Gregoria sempat unggul 10-8 dan 12-9. Namun, para penggemar bulu tangkis sempat harus menahan nafas ketika Han Yue bisa menyamakan kedudukan menjadi 12-12. Skor sama pun berulang hingga 13-13 dan 14-14.
 
Gregoria kembali unggul 16-14. Tetapi, lawan bisa menyamakan kedudukan menjadi 16-16, lagi-lagi skor pun sempat sama kuat 17-17. Malah Han Yue sempat unggul 19-17!
 
Dalam posisi kritis ini, Gregoria bangkit dan menyamakan kedudukan menjadi 19-19. Saat-saat terakhir ini, keduanya habis-habisan sehingga skor pun terus sama kuat dari posisi 19-19, 20-20, 21-21, 22-22. Namun, akhirnya Gregoria bisa menutup set penentuan dengan 24-22.
 
Gegap gempita, sorak sorai pun semakin membahana  untuk menyambut juara dunia yunior nomor tunggal putri. Gregoria mempersembahkan medali emas kedua bagi Indonesia setelah sebelumnya Rinov Rivaldy/Pitha Haningtyas Mentari meraih medali emas usai mengalahkan kompatriot mereka Rehan Naufal Kusharjanto/Siti Fadia Silva Ramadhanti.
 
Kemenangan ini juga membuat head to head Gregoria dengan Han Yue menjadi 2-0. Pekan sebelumnya mereka berjumpa dalam turnamen yang sama untuk nomor beregu.
 
“Tadi, cik Susy (Susy Susanti, manajer tim Indonesia, red) bilang kesempatan nggak datang dua kali. Saya main di sini, apalagi Indonesia tuan rumah,” ujar Gregoria usai final yang melelahkan.
 
“Tanggung, saya sudah di final, masak saya nggak bisa juara. Puji Tuhan bisa, bersyukur banget. Berat memang, partai terakhir, saya sudah bermain 6 kali,” lanjutnya.
 
Gregoria mengakui kalau dukungan penonton membuat dia bermain semangat. Dia memberikan apresiasi atas dukungan penonton.
 
Dia sempat kesulitan menghadapi Han Yue. Sebelumnya, Gregoria bertemu pemain Tiongkok lainnya Cai Yanyan. Dua pemain Tiongkok sengaja bermain dengan melambatkan tempo permainan.
 
Setelah 25 tahun, Indonesia kembali memiliki juara dunia yunior tunggal putri. Sebelumnya, Kristin Junita memenangkannya pada 1992 dengan mengalahkan pemain Tiongkok, Yu Yan dengan skor 12-11, 11-1.
 
By the way, GOR Among Rogo sepertinya menjadi tempat istimewa bagi Gregoria. Dua tahun sebelumnya, dia juga meraih gelar juara di ajang Jaya Raya International Junior Grand Prix pada 20 November 2015.  Saat itu Gregoria mengalahkan pemain Thailand, Supanida Kathetong dengan pertarungan rubber game yang berakhir 21-16, 19-21, 21-19.
 
Fokus ke Level Senior

Gregoria sudah mengikuti BWF World Junior Championships sebanyak empat kali. Dia berhasil menutup lembaran yuniornya dengan sempurna lewat gelar juara.
 
“Ini yang membuat saya punya motivasi dan terpacu. Udah empat kali ikut, belum juara. Masak nggak dapat gelar di sini,” ujarnya.
 
Berikutnya Gregoria akan fokus di turnamen level senior mulai tahun depan meski sejak tahun lalu sebetulnya ia juga sudah bermain di level senior. Ini merupakan pencapaian lanjutan bagi gadis yang mulai bermain bulutangkis sejak usia 7 tahun.
 
Berawal dari iseng bermain, dia meminta dibelikan raket oleh ayahnya dan kemudian dia mulai menyukai bulutangkis. Gadis yang mengaku tomboy ini menyatakan dia memang diarahkan untuk berolahraga oleh ayahnya.
 
Setelah menjadi juara dunia yunior, Gregoria membidik gelar di level Grand Prix dan Super Series. Meski sebenarnya, Konfederasi Bulu Tangkis Seluruh Dunia BWF akan mengubahnya pada 2018.
 
“Ke depannya saya bisa juara di Grand Prix, Grand Prix Gold, bertahap lagi ke Super Series. Kalau juara dunia senior nanti butuh 2-3 tahun lagi, ya yang deket-deket aja. Step by step aja. Saya nggak mau langsung. Olimpiade 2020? Ya, semoga aja,” kata Gregoria.
 
Selama berkarier di level yunior, Gregoria pernah meraih dua gelar dalam level BWF Junior Tournament yaitu BTY Junior International Challenge 2017 dan Jaya Raya International Junior Grand Prix 2015. Dia juga sukses meraih dua gelar dalam level senior, International Challenge dan Series yaitu Indonesia International 2015 dan Singapore International 2015.
 
Dia juga sempat meraih lima kali runner up dalam level yang berbeda. Salah satunya adalah Syed Modi International Grand Prix Gold 2017 di India. Gregoria kalah oleh Pusarla Venkata Sindhu.
 
Sindhu menjadi salah satu pemain yang dipuji oleh Gregoria. Lantas siapa lagi pemain kelas dunia yang dianggapnya bagus?
 
“Kalau permainan itu saya suka (Nozomi) Okuhara, dia kan pendek, saya kan juga nggak terlalu tinggi banget. Dia fighting spirit-nya ada banget. Mungkin mereka teknik biasa saja, tapi kemauan mereka itu gede. Jadi itu  yang buat mereka bagus. Itu yang buat lawan jadi takut, wah kalau mereka pikir pasti capek,” katanya.
 
“Tai Tzu Yi, Sindhu, Chen Yufei, Busanan (Ongbumrungpan), baru itu aja sih. Sindhu itu tinggi dan power-nya kenceng. Dulu kakinya lamban, sekarang kakinya cepet. Tai Tzu itu tangannya bagus, dia tenang, variasinya bisa banyak banget. Yang lain, Busanan masih angin-anginan, head to head masih 2-2,” lanjutnya.
 
Gregoria menyatakan kalau beberapa pemain ini sudah pernah dijumpai, namun ada juga yang belum. Dia merasa tidak sulit untuk menghadapi mereka, namun memang belum terbiasa karena tidak rutin bertemu dengan para pemain ini. Mungkin kalau sudah sering bertemu, dia akan terbiasa.
 
Mudah-mudahan juga penggemar bulutangkis tanah air akan terbiasa mendengar kabar kemenangan Gregoria di level senior. Sudah cukup lama, pemain tunggal putri tidak mempersembahkan gelar bergengsi.

Gregoria & Data Diri

Nama                            : Gregoria Mariska Tunjung
Tempat/Tanggal lahir       : Wonogiri, Jawa Tengah, 11 Agustus 1999
Ayah                             : Gregorius Maryanto
Ibu                                : Fransisca Romana Dwi Astuti
Klub                              : PB Mutiara Cardinal Bandung
Masuk pelatnas             : 2014
Tangan                          : Kanan
Pemain favorit                 : Ratchanok Intanon, Nozomi Okuhara
Makanan/minuman favorit    : Apa saja
Hobi                              : Mendengarkan musik, membaca buku

« Back to News