Buah Kegigihan Chou Tien Chen
Selasa, 13 Agustus 2019 11:08:26
Majalahbulutangkis.com- Tingginya tak lebih dari 180 sentimeter. Bercelana dan kaos tanpa lengan biru-biru dengan tulisan Chou C T dalam huruf kapital tepat di belakang pundak. Ia bersiap dengan senjata Yonex Duora Z Strike di tangan kanan dan peluru berbahan bulu warna putih di genggaman tangan kirinya. Mata sendunya menatap nanar kepada lelaki bule putih yang berdiri tepat sekira satu meter di seberangnya.
Pandangan mata mereka hanya dibatasi oleh jaring panjang sekira enam meter lebih sepuluh sentimeter. Si lelaki bule berikat kepala warna gelap dengan itu juga telah bersiaga dengan senjata Forza Power 988 S AA. Enam ribu pasang mata yang ikut menjadi saksi duel hidup-mati keduanya, mendadak terdiam. Mereka seperti terkena sihir Si Biru dan Si Bule. Sejurus kemudian, tangan kanan Si Biru mulai mengangkat senjatanya sambil tangan kiri ikut-ikutan mengangkat peluru bulu putihnya.
Tak lebih dari satu detik, peluru itu pun sudah melesat cepat menanjak melewati jaring yang membatasi keduanya dan secepat itu pula menukik menuju sisi kiri, siap disambut senjata Forza Power Si Bule. Si Bule berikat kepala gelap itu berusaha mengembalikan peluru berbulu putih dengan sekali kibasan pelan melewati jaring menuju bagian kanan Si Biru.
Hap! Si Biru lincah bergerak menyambut peluru yang dimuntahkan senjata Si Bule. Dengan kaki kanan bertekuk kemudian kaki kiri ia tarik ke belakang mirip kuda-kuda, Si Biru lagi-lagi melesatkan peluru berbulu yang tadi sempat dikirimkan Si Bule dengan pukulan lembut lurus mengarah ke jaring. Si Bule pun menyambut, mencoba mengirimkan peluru kepada Si Biru, namun sayang, peluru berbulu putih itu tak mampu menanjak mulus melewati jaring.
Peluru itu terkulai sebelum menuntaskan misi menyeberang ke wilayah Si Biru yang seolah tak percaya. Peluru tadi seolah menjadi dirigen bagi enam ribuan pasang mata berteriak kegirangan seperti hendak meruntuhkan gedung Istora Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta.
Si Biru tadi adalah pebulutangkis Taiwan, Chou Tien Chen yang langsung menutup wajah dengan kedua tangan dan langsung terkulai menatap puluhan cahaya lampu yang bergelantungan di langit-langit Istora. Si Bule yang menjadi lawan Chou adalah Anders Antonsen, pebulutangkis Denmark. Antonsen ikut-ikutan merebahkan diri berjarak sejengkal dari Chou.
“Kami berdua sama-sama kelelahan. Ketika saya lihat Chou merebahkan diri di tengah lapangan, saya pun ikut-ikutan merebahkan diri dan seperti ingin tidur saja,” kata Andersen.
Pemandangan dua pebulutangkis saling terkulai di tengah lapangan ini menutup duel hidup-mati yang telah mereka sajikan secara apik selama satu jam 31 menit. Chou menutup duel tadi dengan epik berdurasi tak lebih dari enam detik sekaligus mengakhiri set ketiga dengan 21-15 setelah sebelumnya menang pada set pertama 21-18 dan takluk di set kedua dengan skor sengit, 24-26.
Pemain kelahiran Taipei, 8 Januari 1990 itu menyudahi duel final tunggal putra melawan anak muda pirang kelahiran Aarhus, 27 April 22 1997 pada BWF Superseries 1000 Blibli Indonesia Open 2019 yang digelar di Istora, Minggu (21/7).
Perjuangan keduanya menuju partai puncak boleh dibilang nyaris mulus terlebih bagi Antonsen yang tak diunggulkan pada turnamen seri tertinggi BWF ini.
Antonsen sukses melewati rintangan lawan-lawannya sejak babak pertama hingga semifinal melalui duel dua set. Bahkan pada babak kedua, ketika menghadapi pemain kuat China, Shi Yu Qi, Antonsen bak mendapat durian runtuh.
Di saat duel baru berlangsung 12 menit, Yu Qi mendadak cedera. Ketika itu, dalam kedudukan 6-6 di set pertama, kedua pemain terlibat saling serang. Peristiwa dramatis terjadi ketika Antonsen melepaskan lob di sudut kiri permainan Yu Qi yang kemudian dibalas oleh unggulan kedua itu dengan smes keras ke area belakang permainan Antonsen.
Juara Indonesia Masters 2019 itu pun mengembalikan shuttlecock tanggung, lagi-lagi ke sudut sempit di kiri Shu Yu Qi yang langsung dibalas pahlawan China di Piala Sudirman 2019 ini dengan smes tipis di atas jaring. Bersamaan dengan smes tadi, Yu Qi tersungkur ke karpet hijau pertandingan sambil mengerang kesakitan dan memegangi kaki kanannya yang terlihat bengkak. Rupanya kaki kanannya yang ia gunakan sebagai tumpuan sebelum melepaskan smes, tampak terpelintir.
Berbeda dengan Antonsen, Chou sejak awal sudah harus mengarungi laga menuju partai final dengan pertarungan tiga set sebelum menghabisi lawan-lawannya. Praktis hanya di babak pertama ketika menghadapi pemain Thailand, Suppanyu Avihingsanon, Chou mampu menyingkirkannya 21-11, 21-12 dalam waktu 35 menit. Pada babak kedua, ia sudah harus meladeni pemain gaek China, Lin Dan (35 tahun) dengan skor alot 24-22, 17-21, 21-13 dalam duel 1 jam 16 menit.
Di perempat final, giliran Jonatan Christie, andalan tuan rumah yang menempati unggulan keenam turnamen berhadiah total US$1,25 juta atau Rp17,15 miliar ini harus menelan pil pahit dari Chou dengan skor 16-21, 21-18, 13-21 lewat duel sepanjang 76 menit.
Pada babak semifinal, Chou membuyarkan mimpi pemain masa depan Thailand, Kantaphon Wangcharoen, untuk melaju ke partai final. Pemain berusia 20 tahun perebut perunggu Kejuaraan Dunia Yunior 2016 itu dilibas Chou dengan skor 19-21, 21-18 dan 16-21 dalam waktu 78 menit.
Chou sebagai juara selain mendapat tambahan 12 ribu poin, juga membawa pulang hadiah utama senilai US$87.500 atau sebesar Rp1,225 miliar. Ia menjadi pebulutangkis putra Taiwan pertama yang menjuarai turnamen BWF Super 1000. Chou berhasil mengikuti jejak idolanya, legenda Malaysia, Lee Chong Wei yang pernah mengoleksi empat gelar Indonesia Open di 2007, 2010, 2013 dan 2016.
Begitu pula dengan Antonsen yang mendulang tambahan 10.200 poin serta hadiah uang tunai US$42.500 atau sekitar Rp595 juta. Antonsen gagal mengulangi jejak Jan Ostergaard Jorgensen, juara Indonesia Open 2014 dan masih menjadi satu-satunya wakil Denmark yang pernah mengoleksi gelar tersebut.
Hasil di Jakarta ini masih menempatkan Chou di peringkat ketiga dunia BWF dengan 84.698 poin. Begitu pula dengan Antonsen yang semula ada peringkat 11, dengan hasil runner up di Istora melejit ke peringkat sembilan dengan 64.699 poin. “Target saya adalah bisa tampil di Olimpiade Tokyo 2020,” kata Chou seperti dikutip dari situs resmi BWF.
Kemenangan Rasa Indonesia
Usai memenangi final di Jakarta, Chou mengungkapkan rasa terima kasih kepada seluruh penonton di Istora. Secara khusus, penggemar klub Liga Prancis, Paris Saint Germain ini memuji riuhnya penonton Istora yang mendukung dirinya selama pertarungan melawan Antonsen. “Indonesia sudah seperti rumah saya sendiri. Penontonnya meriah dan terima kasih sudah mendukung saya,” kata penyuka masakan ayam lada hitam ini.
Soal penonton Istora, ia mengaku keriuhan di gedung olahraga yang dibangun tahun 1960 dan kembali direnovasi pada 2018 ini tidak ia temukan di tempat lain. Gemuruh dukungan penonton yang gegap gempita disebutnya lebih mirip seperti sedang menonton pertandingan sepakbola di stadion. “Saya suka dengan penonton di sini. Mereka bisa membuat saya bahkan tidak bisa mendengar suara shuttlecock dan pukulan raket saya sendiri,” kata Chou.
Bukan tanpa alasan bila ia menyebut Indonesia sebagai rumah keduanya. Pemilik tiga gelar juara di musim 2018 tersebut saat ini ditangani duo pelatih asal Indonesia, Victo Wibowo dan Medy.
Victo merupakan pebulutangkis spesialis ganda putra yang pernah berpasangan dengan Tony Gunawan. Pada 1997 keduanya pernah merebut dua gelar juara, masing-masing di French Open dan Polish Open. Pernah bergabung dengan klub PB Djarum Kudus, pria kelahiran 29 September 1973 itu pada 2011 hijrah ke Taiwan untuk meneruskan pendidikan pascasarjana di National Taipei Sport University (NTSU). Saat ini Victo banyak disibukkan melatih para pemain muda Taiwan di pemusatan latihan bulutangkis Keelung.
Bagi Chou, Victo merupakan sosok yang banyak membantu mengantarkannya sebagai pebulutangkis kelas dunia seperti sekarang ini. Itulah sebabnya mengapa ia menangis terharu usai mengalahkan Antonsen di kampung halaman sang pelatih.
Selain itu, Chou berhasil menciptakan partai final keduanya di Jakarta dalam setahun terakhir meski pada ajang berbeda. Nyaris setahun lalu, pada Agustus 2018, ia berhasil melaju ke partai final tunggal putra Asian Games 2018 di Istora Senayan menghadapi Jojo yang keluar sebagai juara. Revans pun berhasil dilakukan Chou terhadap Jojo pada ajang Blibli Indonesia Open 2019.
Relawan Kemanusiaan
Tak banyak yang tahu bahwa pemilik tiga gelar juara BWF World Tour 2018 ini merupakan relawan kemanusiaan di kota tempat tinggalnya, Taipei. Chou tergabung dalam organisasi nirlaba En You yang bergerak di bidang pemberian makanan gratis kepada kaum papa di pelosok Taipei.
Setiap pekan sepulang dari ibadah di Taipei Full Gospel Church, ia bersama sejumlah relawan En You lainnya langsung bergerak mengunjungi beberapa kantong kemiskinan yang ada di Taipei. Sambil membawa beberapa karung beras dan makanan siap santap, Chou dan rekan-rekannya ikut pula menghibur para kaum papa. Sudah tiga tahun aktivitas ini ia lakoni jika tidak sedang mengikuti rangkaian turnamen BWF atau usai latihan di pusat pelatihan bulutangkis nasional Taiwan di Kaoshiung, Taipei.
Chou yang berparas rupawan kerap diminta sejumlah agensi sebagai model iklan beragam produk, termasuk di media sosial miliknya. Tapi tunggu dulu, pendapatan dari iklan yang ia terima ternyata tidak ia gunakan untuk kepentingan sendiri. Lalu untuk apa? Ini jawabannya. “Saya tidak mencari uang dari iklan. Uangnya saya gunakan untuk disumbangkan.” Keren kan.
Jiwa kemanusiaannya itu pula yang mengantarkannya sebagai salah satu pebulutangkis dunia pertama yang mengucapkan simpati atas peristiwa gempa bumi yang melanda Kota Palu akhir September 2018 lewat akun instagram miliknya.
Ia juga trenyuh hatinya ketika mendapatkan sebuket bunga mawar putih dari penggemarnya, seorang perempuan asal Indonesia bernama R Kisdiani usai memenangi laga semifinal Blibli Indonesia Open 2019 melawan Kantaphon, Sabtu (20/7).
“Saya mendapat bunga ini dari salah satu penggemar saya di Indonesia. Dia mengidap penyakit kanker. Bunga ini dia berikan kepada saya tadi. Dia berjanji akan melakukan yang terbaik karena dia harus menjalani kemoterapi. Saya juga akan berusaha melakukan yang terbaik di pertandingan nanti untuk dia,” katanya.
Chou mampu membuktikan janjinya, memberikan gelar juara kepada penggemar istimewanya, meski Kisdiani tidak bisa menyaksikan langsung sang idola berlaga memenangi Blibli Indonesia Open 2019 karena harus menjalani kemoterapi. Anton Setiawan Rasyidin
Komentar
-
Samsul bahar Minggu, 26 Agustus 2018 07:12:47
-
Samsul bahar Minggu, 26 Agustus 2018 07:12:47